Minggu, Maret 01, 2015

Santai…. Kayak di Pantai…. (Sawassdee, Phi Phi Islands…)


Setelah kemarin seharian puas menyusuri pesisir pantai Phuket dari Phuket Town disisi timur pulau ke selatan di Rawai Beach dan terus ke barat melewati Karon dan Kata Beach menuju Patong Beach lalu membelah pulau dari sisi barat ke timur untuk pulang (ribet ye...), pagi ini rutenya adalah jalur laut dari Phuket Town terus ke tenggara menuju pulau Phi Phi yang tersohor seantaro dunia itu… yihaaaa!!!!! 

Khai Nok Island


Berbekal GPS, pagi itu aku keliling Phuket Town untuk mencari kedai sarapan halal. Setelah mutar2 dan balik arah 3 kali, akhirnya kedai yang menjual Roti Canai dan Ice Milk Tea khas melayu (note: Phuket adalah pulau yang dekat dengan perbatasan Malaysia sehingga banyak orang Thailand yang beragama Muslim di Phuket dan terpengaruh budaya Melayu) itu ku sambangi. Penjualnya abang2 muda berotot berwajah Melayu, berbahasa Inggris patah2 dan lancar berbahasa Thailand. Kembali aku memesan Roti Canai dengan telor ceplok dan kuning telor meleleh diatasnya, di cocol dengan kuah kari yang rasanya persis kari opor ayam. Sedapppppp!!! Harga seporsi sarapan + minum pagi itu adalah 40 Bath (Rp. 15000) yang aku rasa cukup murah di banding porsi serupa di Kuala Lumpur.
Sekembalinya dari sarapan, mobil mini van sudah menanti di depan kedai Uncle Bobby. Sekalian mengembalikan motor yang aku rental, akupun berpamitan dan dadah2 manja dengan Uncle baik hati itu. Di mobil sudah penuh turis berwajah bule tua muda dan beberapa turis lokal yang membawa serta anak-anaknya. Semua wajah rombongan terlihat excited dan tidak sabar segera memulai trip ini, terutama aku yang kali ini sudah membawa kolor cadangan. Hehehe….

the tourist, ready for sailing...

Di Phuket Rassada Port sudah banyak rombongan lain yang juga akan berangkat dengan kapal bernama F 1 Cruises ini. Masing2 penumpang diberi stiker untuk di temple di dada masing2 sebagai tanda pengenal dan bagian dari perjalanan seharian bermanja2 ke Phi Phi Islands. Jam 09.00 teng, penumpang segera di berangkatkan kan, ON TIME!! Jadi rute hari ini sesuai schedule adalah Khai Nok Island – Phi Phi Island – Maya Bay – Monkey Beach – Phi Phi Lay Island – Loh Samah Bay – Ao Bi-Loh – Viking Cave – Tan Sai Bay – dan berakhir Phi Phi Don Island kemudian kembali ke Phuket.

Setelah berlayar lebih kurang 25 menit, sampailah kapal pesiar sederhana kami di Khai Nok Island atau yang juga di sebut Ko Yao Yai oleh orang Thailand. Sebelum turun dari kapal, kepala tour guide di trip ini seorang bapak2 yang jago ngebanyol dan berbahasa Inggris patah2 menyampaikan beberapa peraturan. Salah satu peraturan yang di sampaikan adalah jangan buang sampah sembarangan, peraturan yang memang wajib disampaikan, demi kelestarian alam... SALAM LESTARI!!! Untuk menghindari hancurnya terumbu karang di pinggir pantai , kapal pun berhenti tak jauh dari bibir pantai.  Sehingga, kami di jemput oleh perahu-perahu yang berukuran lebih kecil yang penampakannya persis di poster2 pariwisata Thailand yang memajang Phi Phi Island. Masing2 penumpang di pinjamkan alat snorkel dan pelampung serta di berikan waktu 1 jam untuk explore pantai atau snorkeling di tepiannya. Woohhaa!!!!


diatas perahu kecil bersama turis lain
mendarat di perhentian pertaman, Khai Nok Island

Oke, tenang. Ini masih permulaan trip. Barulah disini kita jumpai pemandangan pantai ala Phuket yang menawan persis di postingan teman2 yang udah pernah ke sini. Pasir pantai yang halus dan putih, Ombak yang sepoi-sepoi, gradasi air laut mulai dari warna Alice Blue, Baby Blue, Maya Blue, sampe ke Turquoise yang khas serta turis yang bergelimpangan memuja sinar matahari. It’s great time for swimming and relax on the beach….. seperti kalimat tambahan di itinerary untuk first stop ini.


Puas snorkeling, foto2 dan memantai di Khai Nok Island, rombongan pun kembali di ajak menyusuri laut Phuket bagian tenggara menuju Kepulauan Phi Phi. Aku yang suka pemandangan laut segera menuju dek dan menikmati hamparan laut biru dan disuguhi oleh atraksi ikan terbang yang melompat2 bergerombol disisian kapal dan beberapa burung camar yang sedang mengintai mangsanya. Indah sekali, dipadu dengan terpaan angin laut yang sejuk dan belaian hangatnya matahari Phuket siang itu. Alhamdulillaaah…… atas pemandangan yang indah ini.

Phi Phi Island dari kejauhan
Dari kejauhan, sudah tampak gugusan batu2 besar yang berjejer membentuk orang tertidur, seperti ada kepala, badan dan kakinya. Itulah Phi Phi Island yang tersohor. Lamat2 kapal merapat di Maya Bay, tempat Leonardo Di Caprio Syuting film ‘The Beach’, namun sayangnya penumpang tidak diperbolehkan turun ke pantai karena Maya Bay hanya bisa di jajaki pada saat high season atau sekitar November – April. Jadilah kami santai di dek sambil menikmati makan siang halal berupa bento berisi nasi, salad, ayam goreng tepung dan ikan goreng tepung. Di bar nya sudah disajikan minuman gratis seperti Jus Mangga, Jeruk, Jambu, Kopi, Teh dan bir ataupun air mineral dingin. Makan siang juga dilengkapi dengan potongan buah segar sebagai pencuci mulut. Untuk makan, service mereka memang melebihi ekspektasi.

meal on boat

Sebagai pengganti 2nd stop, kapal akhirnya merapat 15 menit kemudian di Monkey Beach. Pantai kecil yang musti di capai dengan berenang dari tempat kapal bersandar. Akal2an tour guide, mereka bilang ‘We are challenge you all swimming to Monkey Beach’, padahal memang di sana tidak ada kapal kecil seperti di Khai Nok Island. Di Monkey Beach seperi namanya, banyak kera2 ekor panjang yang menghampiri turis untuk meminta makan. Beberapa turis memanfaatkan moment itu untuk berfoto dan keheranan dengan momen seperti itu. Kalau aku sih, malas banget poto sama monyet, soalnya di Indonesia banyak kok teman yang kayak monyet.... jadi tinggal poto sama mereka aja… ups…. *kelakuannya

Monkey beach... so.. so...

Phi Phi Lay Island – Loh Samah Bay – Ao Bi-Loh – Viking Cave – Tan Sai Bay semuanya dilewati di satu jalur menuju pulau besar yang terdapat pemukiman, hotel dan resort bernama Phi Phi Don Island. Di Phi Phi Don Island, kami diberi waktu 1 jam untuk menjelajah, membeli oleh2, ataupun sekedar berjemur dipantai. Turis2 pun berpencar dengan girang. Aku yang udah seperti anak hilang dengan semangat langsung menerjang kerumunan turis yang sedang ngantri dipintu masuk Pulau, keliatan banget lah Indonesianya… gak sabaran, untung sering di anggap sebagai orang lokal, jadi identitas ke Indonesiaannya masih bisa disamarkan…

Phi Phi Don Beach

Phi Phi Don Beach


Puas keliling pulau dan sukses basah2an, jam 4 sore klakson angin dari kapal sudah bergaung mengingatkan penumpang untuk segera kembali ke kapal. Walau masih belum puas dengan trip ini, para penumpang pun dengan pasrah tetap menaiki kapal. Kalo aku bilang, memang lah rasanya gak akan lengkap kalo ke Phuket tapi belum ke Phi Phi Island….. Sawasdee Krup……..



Rabu, Februari 11, 2015

Lanka….. Lanka.…. Lanka.…. (Third Chapther…. End)


Setelah browsing berbulan-bulan keluar masuk blog orang, maka di putuskan lah puncak dari trip lanka… lanka…  lanka…. Ini adalaaaah….. Sigiriya: The Lion Rock. Benteng dan istana batu kuno yang terletak di distrik Matale, Sri Lanka yang dikelilingi oleh sisa reruntuhan kota kuno masa pemerintahan Raja Kassapa I (477-495) ini merupakan satu dari tujuh Situs Warisan Dunia UNESCO yang wajib dikunjungi di Sri Lanka. (wiki). Karena hukumnya wajib, maka gak afdol kalo udah ke Sri Lanka gak kesini.

Lion Rock, Sigiriya, Sri Lanka


Informasi dari blog travel milik mas @hardi_ch, di culinaryntravelmaniac.blogspot.com sangat membantu perjalanan menyusuri kota demi kota di Sri Lanka. Setelah dari Kandy, Sigiriya bisa di tempuh selama 3 jam menggunakan Bus. Jadilah kami dari Kandy terus ke tengah-tengah pulau Sri Lanka menuju Dambulla untuk ke Sigiriya. Menurut info, untuk ke Sigiriya sebaiknya kita menginap di Dambulla, karena Sigiriya sendiri berada di tengah hutan yang aksesnya biasa ditempuh menggunakan kendaraan semacam bajaj kesana.

Turun dari Bus, kami kembali langsung diserbu oleh rombongan supir bajaj. Salah satunya oleh Saman Nilanga yang kemudian menawarkan guest house terdekat untuk kami singgahi. Mereka tahu betul tujuan kami pasti Sigiriya. Maka setelah check in di Takeshi Inn, kami pun menawar sengit untuk diantar pulang pergi dengan bajaj Saman. Saman, pemuda tamil yang kulitnya sumpah coklat tua banget ini akhirnya mengalah dan mengantar kami dari Dambulla ke Sigiriya yang jaraknya lumayan jauh. Hampir sekitar 40 menit kami menyusuri hutan karet, kebun-kebun sampai akhirnya dari kejauhan kami melihat seonggok bukit batu yang tampak lain diantara bukit2 lainnya. Bukit batu itu terpahat sedemikian rupa dan nampak sangat mencolok seolah2 kita bukan sedang berada di bumi. Saman dengan bahasa Inggris malu2nya sempat menyebut Sigiriya sebagai Alien’s Home. Sumpah, waktu itu aku tiba2 percaya dengan apa yang dikatakan Saman.
 
Saman riding the bajaj, goes to Sigiriya

what the...... pose

in front of the Lion Rock

Akhirnya, batu aneh berukuran raksasa dengan tinggi sekitar 200 meter itu terpampang jelas didepan mata. Ini salah satu ketakjuban pribadi kedua setelah melihat langsung Ka’bah. Batu raksasa itu ternyata juga di sebut Lion Rock atau Batu Singa. Awalnya aku heran, kenapa batu itu disebut Batu Singa, mirip sama Singa aja kagak. Kemudian dengan positive thinking, aku pun berfikir; bisa jadi batu itu dulunya memang rumah para Singa. 

Setelah menyewa seorang tour guide yang menyangka kami orang Jepang lalu kemudian (pura2) shock karena tau kami dari Indonesia (trik tour guide basi), kami digiring ke loket pembelian tiket seharga $20 plus mini dv yang berisi profil dari Lion’s Rock tersebut. Saman yang sudah serah terima nyawa kami di tangan tour guide yang kita sebut saja namanya Mr. Kumar bilang akan jemput kami di sisi seberang batu 3 jam lagi. Aku heran, kenapa ngeliat2 batu begini doank bisa sampai 3 jam. Eh… ternyata eh ternyata mendaki si Batu Singa ini butuh waktu setidaknya 2 Jam karena medan yang akan kita lalui terjal. 


Mr. Kumar the guardian of the Lion Rock


Mr. Kumar bilang akan ada beberapa Pit Stop di Trip ini. Pertama di Elephant Rock, lalu di Lion Rock dan berakhir di Cobra Rock. Oke… Fine…. Lets Climb…. Climb…. And Climb…….. secara udah mahal2 beli tiket dan sewa tour guide. Di pintu masuk komplek Sigiriya, Mr. Kumar menjelaskan bekas pondasi  yang merupakan kolam taman yang mereka sebut ‘ water garden’ yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak pernah kekeringan. Di dalam kolam sempat ditemukan beberapa artefak dan kendi…. Oke… kita skip cerita tentang kendi2an dan kawan2nya…. Alhasil, sampailah kami di gundukan batu yang di sinyalir mirip dengan bentuk gajah. Voilaaa…. Sampailah kami di Elephant Rock…..

Elephant Rock

Di Pinggang Lion Rock

lelah babang dek... :p


Lukisan Selir2 topless di dinding gua


Setelah mendaki lebih kurang 30 menit, kita akan menemukan beberapa lukisan perempuan bertelanjang dada yang dipercaya adalah selir2 yang paling disayang raja. Namun beberapa lukisan rusak dan nampak dihapus bagian wajah dan dadanya sejak masuknya agama Budha di Sri Lanka. Terus keatas kita pun menjumpai apa yang disebut Lion Rock. Inilah Lion Rock itu….

Sisa reruntuhan Lion Rock, Sigiriya

oma dan opa bule yang tetap semangat


Mr. Kumar bilang, dahulunya, kaki ini merupakan kaki Singa yang di ukir sedemikian rupa  dan para ahli percaya bahwa disana merupakan tahta kerjaaan yang berbentuk singa lengkap dengan kepala yang sayangnya sudah hancur di makan waktu sehingga menyisakan kakinya saja.

Terus keatas, kita tiba dipuncak batu yang ternyata adalah reruntuhan istana raja, tempat raja dan ratu serta selir2nya tinggal. Bayangin deh, rajanya buat istana di atas batu dengan ketinggian 200 meter dari tanah. Entah gimana mereka dulu bangun istananya disana secara dengan tangan kosong aja kita ngos2an mendaki keatas. Mr. Kumar sempat berbisik dan bilang, bisa jadi dahulu kala dibawah itu dulu adalah lautan dan mungkin mereka membangun istana pakai kapal, tentunya kapal yang super besar. Diatas memang terlihat sisa bangunan dan pondasi. Mr. Kumar sibuk menjelaskan dimana kamar raja, kamar selir dan ruangan meeting bla bla bla…. Sedangkan aku sibuk poto2. Sampai akhirnya Mr. Kumar sadar dan menawarkan diri untuk mempotokan kami bahkan dia menyuruh pose ala2 ‘Flying Budha’… uwow bangets lah pokoknya….
Siang itu tidak begitu terik. Turis yang ikut dalam tur spektakuler tersebut kebanyakan bule eropa. Diantara rombongan bule ada yang sudah berusia lanjut, tapi tetap semangat mendaki Lion Rock yang terjal ini. Sungguh semangat yang patut di berikan applause yang meriah… hehe….


Reruntuhan Istana di Puncak Lion Rock

Going down is dead

Flop!!!!

200 meters......

2 jam mendaki terbayar dengan indah, mungkin itu semua perasaan turis yang sudah jauh2 ke pedalamam Sri lanka ini. Pegal, penat dan peluh menguap oleh sejuknya angin dari puncak Lion Rock. Untuk turun, hanya dibutuhkan kurang lebih waktu 30 menit. Pemberhentian terakhir adalah di Cobra Rock, Batu yang bagian atasnya melengkung seperti kepala ular kobra.

Cobra Rock

Tak terasa hari sudah sore, kami pun kembali ke guest house dan istirahat untuk besok melanjutkan perjalanan ke Negombo. Negombo adalah kota terakhir yang akan kami kunjungi di Trip lanka… lanka… lanka… ini. Negombo merupakan sebuah kota mayoritas berpenduduk Kristen dengan banyak peninggalan khas Spanyol, yaitu gereja2 berarsitekur klasik khas Espana. Kami kembali menginap di sebuah guest house. Di Negombo, harga kamar 2 x lipat dari harga2 kota sebelumnya. Mungkin karena Negombo terletak berdekatan dari Airport Bandaranaike, sehingga menjadi alternatif para pelancong untuk stay selain Ibukota Sri Lanka di Colombo. Kamar kami berada di lantai 3 yang pemandangan di balkonnya adalah laut lepas. Yes, kamar kami ada balkonnya walau ini adalah guest house. Walau harganya agak mahal, namun fasilitasnya sudah mumpuni, kamar mandi di dalam, ada air panas dan lagi2 ada kelambu. Sorenya kami berjalan kaki keliling Negombo dan menyusuri pantai2 disana. Uniknya, pantai disini  berpasir kuning dan beombak sedang. Pantai tetap dijaga kebersihannya karena ada mobil pembersih sampah lalu lalang. Mobilnya tersebut menyapu pasir dan mengambil sampah sambil jalan.  Good Job Negombo!!!

Off to Negombo

Kelambu, ciri khas hotel/ guest house di Sri Lanka

Negombo from balcony

Bersih-bersih pantai ala Sri Lanka


Salah satu gereja di Negombo

Departures Board

Meals on Board

Alhasil, sejauh ini Sri Lanka adalah negara dengan petualang traveling yang berkesan dan unik. Entah mengapa, aku merasa ada kedekatan emosional orang2 Sri Lanka dengan Indonesia. Bisa jadi karena mayoritas Hindu Sri Lanka berkiblat ke Candi Borobudur sebagai peninggalan peradaban Hindu terbesar di dunia, atau mungkin karena banyak hal berbau Indonesia disana seperti kuliner Indonesia yang diadaptasi disana seperti Nasi Goreng yang tetap di tulis Nasi Goreng di menu restoran mereka, atau bahkan karena kesamaan nasib pernah di terjang Tsunami yang sama beberapa waktu lalu. Entahlah…. (end) 

Bonus: (buat cewek2 jomblo)

Saman makan Nasi Goreng pake tangan loh... Aneh ya

Senin, Februari 09, 2015

Lanka….. Lanka.…. Lanka.…. (Second Chapther….)

Setelah semalaman berguru dengan Derek, Backpacker asal Filipina yang sudah menjelajah Sri Lanka selama 2 bulan, pagi ini kami pun memantapkan hati untuk moving on dari Colombo ke Kandy.



Kandy, Sri Lanka



Menurut Derek, 3 hari ke depan bisa kami pakai untuk menjelajah Sri Lanka tengah, dimana disana ada sebuah kota bernama Kandy, yang menurut Derek adalah kota yang nyaman, Indah, tenang dan juga terdapat sebuah Kuil Sakral yang konon menyimpan gigi asli Budha bernama Relic of the tooth of the Buddha atau Temple of the Tooth atau Sri Dalada maligawa atau Temple of the Sacred Tooth Relic. Apapun namanya, kuil ini adalah salah satu kuil wajib yang musti di kunjungi oleh wisatawan dan peziarah Buddhist di Sri Lanka.

Jam 8 pagi dengan menenteng ransel yang masih 5 Kiloan di punggung, kami pun menyetop sebuah bus dalam kota, ke arah terminal tempat ngetemnya berbagai bus yang salah satunya menuju Kandy. Ditengah jalan, bus kota yang kami tumpangi sempat2nya menyenggol seonggok bajaj. Supir bajaj yang berkumis  tebal dan bermata melotot itu ngomel2 ke supir bus dalam bahasa tamil, persis kayak film-film India.... di iringi  lagu up beat india yang sedari tadi diputar sepanjang perjalanan… Full of Drama....

Sesampainya di terminal, Bus ke Kandy ternyata bukan seperti bus AC antar kota di Indonesia yang nyaman dan ada kamar mandinya, tapi bus antar kotanya masih sama persis dengan bus dalam kota yang tadi kami tumpangi, bahkan lucunya bus antar kota ini juga di tumpangi oleh banyak anak sekolah. Saking penuhnya, orang2 pun sampai berdiri di sepanjang gang di dalam bus, untungnya kami sudah dapat tempat duduk mengingat lama perjalanan Colombo - Kandy sekitar 3 jam (kata derek).

Selama perjalanan Colombo - Kandy, bus ribuan kali (saking seringnya) menaikkan dan menurunkan penumpang yang membuat waktu tempuh menjadi molor ke 4 jam. Ternyata penumpang bus tidak semuanya ke Kandy, anak2 sekolahan tadi silih berganti naik turun bus, bahkan di tengah hutan sekalipun ada anak sekolahan yang memberhentikan bus kami untuk sekedar menumpang, dari yang (mungkin) masih kelas 1 SD sampe yang udah SMA dengan bentuk fisik yang beragam. Ada yang putih dengan hidung mancung ala india dan mata belok, ada juga yang hitam tamil dengan perawakan agak jangkung dan kurus, dan mereka semua wangi2. Wanginya bukan semacam wangi parfum, tapi wangi rempah2 alami entah apa itu namanya.

Pemandangan selama perjalan Colombo - Kandy berubah2, dari kota kecil semacam kabupaten dengan rumah2 yang jarang2 menjadi semak belukar - perkebunan karet - tebing - sampai masuk perkampungan lagi. Hampir disetiap simpang dan sudut jalan terdapat patung Budha atau Dewa Hindu bahkan Bunda Maria dalam sebuah tempat semacam rumah kecil, patung2 itu terkadang di hias dengan kain, bunga2 dan sesajen. Sampai akhirnya kami masuk di sebuah kota yang suhu udaranya rendah dan berbukit. Akhirnya sampailah kami di Kandy, kota yang sepertinya menyimpan banyak cerita dan mengundang banyak turis untuk datang.

Baru turun dari bus, wajah kami yang Asia Tenggara dan oriental di serbu abang2 bajaj. Untungnya hotel yang akan kami tumpangi (sesuai saran Derek, lagi2 derek) berjarak 5 kali salto. Jadilah abang2 bajaj lain cuma berani menyapa 'ni hao.... ni hao'. Dikiranya semua orang berwajah Asia itu Chinese kali yah.

abang bajaj

Hotel kami persis berada di pinggir jalan dan sebelahan dengan 'Kuil Gigi'. Hotelnya merupakan bangunan tua yang bergaya kolonial. Kamarnya berkelambu (konon kabarnya nyamuk di Sri Lanka segede gaban) dan lantainya kayu. kebetulan kami dapat di lantai 2 dan ada terasnya, kamarnya besar dilengkapi dengan 1 lemari kuno persis di film2 horor, mungkin kalo gak ada tamu lemarinya bisa jadi tempat sembunyinya Annabelle. Terlepas dari semua kekunoan kamarnya, ada satu hal yang aku cermati. Karena lantainya kayu, maka setiap ada yang lewat pasti berdecit. Kalo decitannya berulang2 dan seirama, mungkin ada pocong lagi lompat tali.... (tapi waktu itu kamar sebelah gak kosong dan gak ada pocong di Sri Lanka, yang ada disana adalah sepasang bule disana yang check in bareng kami... lalu bagaimana sepasang bule itu bisa membuat decitan tersebut menjadi seirama? Ini adalah sebuah tanda tanya besar.....)

Siang itu selepas check in, kami segera melipir mencari makan siang. Berhubung Kandy ada di dataran tinggi yang cuacanya sejuk, nafsu makan otomatis langsung memuncak.  Baru keluar hotel, kami tergoda oleh suara2 musik yang berasal dari dalam kuil gigi. Menurut informasi dari resepsionis hotel, itu merupakan latihan opera untuk pertunjukkan nanti malam. Sayangnya, tiket di banderol lumayan mahal untuk kantong backpacker. Mungkin karena kuil ini merupakan salah satu yang di akui UNESCO sebagai warisan dunia. Jadilah kami menghemat duit dan intip2 isi kuil dari gugel saja  serta tour de kuil gigi kami cancel dari list, berharap next time bisa betulan kesini lagi.

Sambil mencari tempat makan, kami menyusuri  pinggiran Kandy Lake yang tenang dan banyak menyimpan misteri. Diseberangnya terdapat bangunan peninggalan kolonial yang serakang sudah dialih fungsi menjadi hotel, restoran dan toko souvenir. Kota Kandy yang sejuk, berpadu dengan banyak bangunan kuno menjadi kombinasi yang pas. Seolah2 kota ini tidak berubah banyak dari masa ke masa.


Kandy Lake, from View Point

Kandy City, from View Point
Tampang ‘turis’ kami banyak mengundang orang lokal untuk curi2 pandang. Sumpah, mungkin seperti inilah perasaan turis2 bule waktu ke Pekanbaru, di curi2 pandang sama orang, berasa jadi artis mendadak. Cuih. Salah satu orang lokal yang berani nyamperin adalah bapak2 yang bahasa inggrisnya lancar dan ramah. Awalnya beliau menceritakan sejarah danau Kandy yang sengaja di buat untuk irigasi dan budi daya ikan, namun ujung2nya beliau menawarkan tiket untuk menonton pertujukkan nanti malam di dalam kuil dan mengaku kalau dia salah satu ‘guru’ yang mengajarkan anak2 didalam beratraksi. Sambil jalan kearah pasar kami pun terus diikuti. Curiga dengan gelagat beliau, kami pun menghindar masuk ke KFC. Selesai makan di KFC yang di menunya gratis salad kol dan wortel cincang (secara kebanyakan orang tamil vegetarian) dengan saus kari dan mayonnaise, kami pun terpaksa keluar sambil ngumpet2 karena si bapak tadi masih setia duduk menunggu kami di depan resto Colonel Sanders ini. Ampun dah….

Kami terus berlari2 kecil menghindari bapak tadi yang sepertinya sadar kalo kami sudah kabur, dari kejauhan kami lihat beliau sedang celingak-celinguk ke dalam KFC. Untuk menghilangkan jejak, kami pun masuk ke pasar yang sore itu masih ramai. Pasar tradisional itu menjual bermacam barang, mulai dari pakaian, sari, sarung, mainan anak2, bunga dan peralatan sembahyang, sampai hp batangan yang di hampar diatas terpal. Unik.

Kandy City


White Buddha


Dari kejauhan kami melihat sebuah Kuil diatas bukit yang akhirnya kami tempuh dengan berjalan kaki. Beberapa supir bajaj menawarkan angkutan dan tour, namun mengingat penghematan dan membuncahnya jiwa petualang, kami pun tetap teguh pendirian untuk jalan kaki. Alhasil, kuil yang terjal itu pun kami capai dalam waktu hampir 1 jam. Fuih… Namun semua daya dan upaya untuk mendaki bukit ini berbuah pemandangan manis. Dari sana tersuguh kota Kandy yang aduhai dengan danau dan Kuil yang mulai gemerlap diterangi kerlipan lampu karena hari sudah mulai gelap. Takut kemalaman dan bertemu atau di patok ular kobra, kami pun kembali ke hotel setelah puas berfoto2 dan bertanya2 dengan para biksu tentang sejarah kuil itu. Kuil itu entah apa namanya, tempat bersemayam patung budha Raksasa berwarna putih. Jika mau, kita bisa memanjat hingga punggung Budha dan menikmati keindahan kota Kandy dari atas sana.

Ingat tadi sempat melewati  bangunan kuno yang sudah alih fungsi, kami pun sempatkan memborong berbagai macam souvenir unik khas sri lanka (brand ODEL) dengan harga lumayan murah disana. Mulai dari gantungan kunci, Fridge Magnet, kaos, pena, mini mug, dompet dan yang paling wajib adalah the dilmah dengan berbagai macam aroma dan rasa dengan harga lokal. 1 Kotaknya yang di Indonesia bisa mencapai ratusan ribu, disana bisa dibeli dengan harga miring. Bahagianya.


third chapter......